BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu
ukur tanah adalah mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa teknik sipil. Oleh
sebab itu diharapkan semua mahasiswa mampu bekerja secara profesional dalam
bidang pengukuran dan pemetaan.
Untuk mencapai tujuan
tersebut maka mahasiswa teknik sipil Universitas Muhammadiyah Purworejo perlu
melaksanakan praktik pengukuran dan pemetaan.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud
dan tujuan diselenggarakannya Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah:
1. Melatih
mahasiswa untuk dapat bekerja dilapangan.
2. Melatih
mahasiswa agar dapat menerapkan ilmu atau teori yang diterima saat perkuliahan.
3. Agar
memahami prosedur pekerjaan lapangan baik secara teknis maupun non teknis sehingga
nantinya bisa menjadi tenaga profesional.
4.
Untuk memenuhi syarat akademik pada
program study Teknik Sipil sebagai tugas
wajib mata kuliah Ilmu Ukur Tanah.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
ILMU UKUR TANAH SATU ( SIPAT DASAR )
1.
GAMBAR WATERPASS DAN ALAT BANTU
Keterangan:
1. Nivo
2. Pengatur
gerak halushorizontal
3. Tiga sekrup
Penyetel
4. Dudukan Alat
Rambu ukur
|
5.Pengatur
Fokus
6.Teropong
7. Cermin
Pengamat Nivo
8. Pembidik
atau fesir
Palu
|
Roll Meter
|
Pathok
|
Unting-unting
|
( Gambar 2.1 Waterpas dan Alat Bantu )
|
2.
JENIS DAN VOLUME PEKERJAAN
Langkah-langkah yang ditempuh :
1)
Pengenalan alat
ukur waterpass
2)
Pengaturan nivo
3)
Pembacaan
benang bawah,tengahdanatas
4)
Pengaturan
sumbu vertikal dan horizontal
5)
Pengukuran
jarak secara langsung dan optis
6)
Pembuatan dan
pengukuran poligon tertutup
3.
PENYIPATAN DATAR
Pelaksanaan penyipatan datar meliputi tiga pekerjaan yaitu:
1)
Pelaksanaan
pekerjaan trase pengukuran
2)
Pelaksanaan
pengukuran sipat datar memanjang
3)
Pelaksanaan
pengukuran sipat datar melintang
Dasar
tinggi
Untuk menyatakan tinggi atau elevasi suatu titik tertentu kita
harus menentukan semua titik sebagai dasar tinggi yang elevasinya kita
tetapkan ± 0,000 m. Umumnya yang sering kita - kita jumpai ada
tiga macam titik yaitu:
1)
Permukaan air
laut rata-rata (Mean Sea Level)
2)
Nol Normal
3)
Nol Lokal
1.
Permukaan Air
Laut Rata-rata
Untuk
menentukan tinggi air laut rata–rata
agar mencapai tingkat ketelitian yang tinggi,dibutuhkan waktu kira-kira 19
tahun. Permukaan air laut setiap hari, setiap bulan bahkan setiap tahun tidak
selalu tetap. Pasang surut air laut mempengaruhi permukaan setiap harinya.
Demikian juga saat bulan purnama atau bulan baru air laut akan mencapai nilai
tertinggi atau terendah. Variasi tahunan
permukaan air laut tiap tahunnya terjadi variasi tenggang air. Oleh
karena pengaruh-pengaruh tersebut maka untuk memperoleh permukaan air laut
rata-rata diperlukan jangka waktu yang relatif lama, kira-kira 19 tahun dan
berlaku untuk suatu masa tertentu.
2.
Nol Normal
Dengan
mengambil suatu lokasi dan titik dasar tertentu di darat yang ketingggiannya ±
0,000 m dapat ditentukan ketinggian titik-titik yang lain. Titik dasar tertentu
itulah yang kita sebut titik Nol Normal.
3.
Nol Lokal
Untuk daerah-daerah yang belum ada titik tinggi biasa diambil suatu
titik yang dianggap sebagai dasar tinggi. Tinggi yang dinyatakan dengan cara
ini disebut dengan tinggi nol lokal. Maka dalam hal ini diambil ± 0,000 m atau angka lain.
4.
TEORI DASAR PENGUKURAN SIPAT DATAR
Tujuan dari pengukuran sipat datar adalah untuk memperoleh beda
tinggi dua tempat yang diukur.
( Gambar 2.2 pengukuran sipat datar dititik A dan B )
Keterangan
Gambar:
AA’=
Bak rambu pada titik A
BB’
=Bak rambu pada titik B
btA
=Pembacaan benang tengah pada rambu AA’
btB
= Pembacaan benang tengah pada ramu BB’
∆HAB = Selisih tinggi A dan B
Beda tinggi A
dan B didapat dari hasil pembacaan yang tepat dengan garis bidik mendatar pada
teropong yang dibaca pada rambu tegak (vertikal) yang akan dibaca sebagai btA
dan btB. Besarnya beda tinggi yang diperoleh dari hasil
pengurangan pembacaan benang tengah rambu A (belakang) dengan sumbu B muka.
∆hAB=
btA+btB
Bila
harga h positif, berarti titik B lebih tinggi dari titik A demikiah pula
sebaliknya, bila h negatif Berarti titik B lebih rendah dari titik A.
Bila titik A diketahui titiknya diatas bidang referensi adalah hA
dan selisih tinggi antara titik A dan titik B adalah:
∆hb=hA+Hab
Pengukuran
antara dua rambu patok dinamakan dengan satu slag, jarak antara titik A dan B
jauh sehingga terpaksa dilakukan beberapa kali memindahkan dan mendirikan
instrumen (terdiri dari beberapa slag), rangka pengukuran yang terdiri dari
hanya slag dinamakan satu seksi. Dengan mengadakan pengukuran rangkaian
rambu-rambu seperti terlihat pada gambar 2.3 . Maka dapat dicari beda tinggi
antara masing-masing titik A-1,A2,2-B,..., n-B, dengan jalan menjumlahkan beda
tinggi tiap slag, pengukuran demikian disebut Pengukuran SipatDatar Memanjang.
( Gambar 2.3 Pengukuran Sipat Datar Memanjang )
Rangkaian pengukuran sipat datar memanjang yang terdiri dari
beberapa slag bila diketahui titik A= HA. Maka tinggi setiap titik 1,2,3...,n
adalah sebagai berikut:
Titik 1 =HA+h1
Titik 2 =HA+h1+h2
Titik 3 = HA+h1+h2+h3
Titik 4 = HA+h1+h2+h3+...+hn
Sipat datar memanjang dari titik A
sampai ke titik n dinamakan sipat datar sejalan. Bila diadakan pengukuran
kembali (dari titik akhir ke titik awal) dinamakan sipat datar pulang.
Sedangkan sipat
datar memanjang dari titik A,1,2,3,...,n dan berakhir lagi ke titik awal atau
tetap (titik A) dengan membentuk lingkaran dan melalui beberapa sudut,
pengukuran ini disebut dengan sipat datar tertutup ( polygon tertutup ).
Pada pengukuran
sipat datar pergi dan pulang umumnya pengukuran pergi dilakukan pada pagi hari
sampai menjelang petang, kemudian pengukuran beda tinggnya hingga berakhir
sampai titik awal atau titik tetap. Dengan demikian sewaktu pemetaan situasi
dikertas tidak terjadi kesalahan dalam menggabungkan titik yang terukur.
Selain
pengukuran memanjang ada juga pengukuran sipat datar melintang. Sipat datar
melintang dilaksanakan dengan mengambil titik-titik kiri dan kanan titik bantu
dan tegak lurus arah memanjang.
5.
MACAM-MACAM ALAT UKUR SIPAT DATAR
Waterpass
Waterpass adalah alat ukur untuk mengukur benda tinggi
antara dua titik dilapangan dengan hasil yang teliti dan juga untuk mengukur
sudut datar. Berdasarkan konstruksinya,alat ukur sipat datar dibagi menjadi 4
macam:
a.
Tipe semua
tetap,nivo tetap sedangkan teropong, hanya dapat diputar dengan sumbu I sebagai
sumbu putar.
b.
Mempunyai alat
ukur nivo koreksi dan ditempatkan pada teropong , selain dapat diputar dengan
satu sumbu letaknya searah dengan garis bidik ( garis mekanik).
c.
Teropong yang
mempunyai sumbu mekanik tetap tidak diletakkan diatas teropong namun dibawah
lepas teropong.
d.
Teropong yang
dapat diangkat dari bawah alat ukur dan ditempatkan dibawah,sedang nivo
diteropong.
6.
SYARAT-SYARAT PENGATURAN ALAT SIPAT DATAR
Sebelum alat
ukur sipat datar dipakai pada pengukuran dilapangan perlu diperhatikan apakah
alat ukur sudah memenuhi syarat dalam pemakaiaan.
Adapun syarat-syarat pngukuran sipat
ukur tanah adalah:
1.
Mengatur sumbu
I vertikal
Untuk mendapat
sumbu I vertikal cukup menyeimbangkan nivo kotak untuk setiap kedudukan awal
yaitu dengan memutar sekrup penyetel A,B dan C.
2.
Mengatur garis
bidik sejajar dengan arah garis nivo
Mula-mula
kita mendirikan statif dan waterpas usahakan keadaan datar kemudian gelembung
nivo ditempatkan pada kedudukan I dan dipindahkan pada kedudukan II dengan menyetel sekrup A dan B diputar
bersama-sama dengan arah berlawanan kemudian dipindah lagi pada kedudukan III
dengan memutar sekrup C,jika gelembung nivo tidak mengalami perubahan berarti
sudah sejajar.
3.
Mengatur benang
silang mendatar tegak lurus sumbu I
Dapat
dilaksanakan dengan cara mengarahkan teropong ke titik pusat yang dibuat pada
kertas, yang ditempatkan pada tembok. Kemudian teropong diputar lalu diamati.
Apabila benang silang mendatar tegak lurus sumbu I, maka titik tersebut telah
berimpit dengan benang silang mendatar. Bila terjadi sebaliknya maka perlu
dikoreksi diagramnya jalan diubah pada kedudukan yang baku dengan pertolongan
sekrup,diagaram putar sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pembetulan.
G. SUMBER-SUMBER KESALAHAN DAN CARA MENGATASINYA
1.
Kesalahan pada
pengukuran
Kesalahan ini
banyak diakibatkan oleh pengamat itu sendiri. Dalam hal ini kesalahan
pengukuran dapat diakibatkan oleh:
a.
Kesalahan pada
mata
Hal
ini disebabkan karena kebiasaan mengamati hanya dengan satu mata sehingga pada waktu
pembacaan rambu menjadi kasar atau tidak tetap. Untuk menghidari kesalahan yang
bersumber pada kesalahan mata,maka setiap mengamati teropong dengan satu mata,
mata yang satunya diusahakan jangan dipicingkan, atau pengamatan dilakukan
dengan mata bergantian untuk beberapa selang waktu. Bila cara tersebut tidak
bisa dikarenakan mata lelah sebaiknya dihentikan sementara waktu, untuk
memberikan mata istirahat.
b.
Kesalahan pada
pembacaan
Karena
seringnya membaca dengan rambu jalan perkiraan pada mata yang sudah lelah dan
penyinaran rambu tidak merata maka lama-kelamaan perkiraannya menjadi jauh
lebih besar. Hal ini dapat juga disebabkan karena kondisi fisik dari sipengamat
telah turun dan juga kerana posisi yang tidak atau kurang tegak.
2.
Kesalahanpadakeadaanalam
( Gambar 2.4 Pengaruh Kelengkungan Bumi Terhadap Pengukuran )
CE
adalah bidang nivo dan CF adalah garis singgung bidang nivo setinggi garis
visir teropong.
EF
adalah pengaruh kesalahan akibat
kelengkungan bumi dan CF adalah garis visir.
Besar
pengaruh kesalahan ini adalah:
EF =
Dimana
:
R =
Jari-jari bumi
D =
Jarak instrumen ke bak
Cara
menghilangkan kesalahan akibat kelengkungan bumi:
1.Jarak-jarak
instrumen ke rambu dibuat sama sehingga PA=PB
Hab = (btA+ PA
)-(btB+PB)
=(btA-
btB )-( PA +PB)
=btA
- btB
2.Dengan
membuat jarak-jarak antara rambu dan instrumen sependek-sependek mungkin.
b.
Refraksi Atmosfer
Refraksi adalah
suatu keadaan dimana sinar tidak berjalan secara lurus akibat pembiasan dari
lapisan-lapisan udara yang tidak sama tebalnya,akibat dari tebalnya, akibat
dari pembiasan tersebut sinar merambat melengkung keatas. Pengaruh ini terjadi
pada waktu pembacaan rambu akan terbaca lebih tinggi dari pembacaan sebenarnya.
Kerena pengaruh menjadi besar (+) maka koreksinya diberikan dangan tanda (-).
Koreksi
pengaruh refraksi dapat dinyatakan dengan rumus:
C=
Dimana:
C=
koreksi karena pngaruh refraksi
D=
jarak alat ukut ke rambu
R=
jari-jari bumi
U=
koefisien refraksi
Koefisien
refraksi berubah-ubah, mulai dari 0 (nol) waktu matahari terbit, kemudian
menurun karena perambatan panas sampai nol pada saat matahari tebenam.
Pengaruh
kesalah refraksi ini dijadikan satu dengan pengaruh kelengkapan bumi yang dapat
dijelaskan dengan rumus:
P= - (1-
)D/2R
Pengaruh
kesalahan ini dapat dihitung dengan cara membuat sama jarak antara instrumen
atau alat ukur dengan ramu muka dan belakang pada setiap kedudukan alat.
c. kondisi tanah labil
Pada saat
memasang statif tempat instrumen dipasang hendaknya kondisi tanah dimana akan
ditempati alat ukur (instrumen ) berdiri diperhatikan terlebih dahulu. Karena
apabila tanah dasar disekitar tempat alat ukur berdiri tidak stabil, akan
timbul kemungkinan bahwa pada saat pembacaan rambu muka dan belakang dari
tinggi alat ukur akan tidak sama. Selain itu kesukaran penempatan nivo alat
ukut akan tidak sama. Selain itu kesukaran penempatan nivo alat ukut yang
seimbang sebagai syarat ketelitian pembacaan yang mutlak. Demikian bila tanah
tempat berdirinya rambu tidak stabil, bahaya amblesnya rambu ( tempat
berdirinya rambu) sangat besar kemungkinanya. Kondisi aspal jalan raya juga
merupakan kondisi tempat alat ukur yang tidak stabil, karena pada waktu tanah
terik aspal tersebut akan menjadi lembek atau lunak sehingga mempengaruhi, kedudukan
alat (statif) atau tempat berdirinya
rambu. Untuk menghindari kesalahan tersebut sebaiknya penempatan alat ukur atau
rambu pada tanah yang kuat, stabil dan tanah yang keras.
d. Pengaruh temperatur
Karena
perubahan temperatur dan perubahan penyinaran yang tidak merata pada alat ukur,
maka akan mempengaruhi terhadap bagian-bagian penting alat ukur, seperti
nivo,sumbu-sumbu teropong (vertikal dan horizontal),sekrup bergerak halus dan
sebagainya, sehingga mempengaruhi kesempurnaan dalam pemakaian alat terseut.
Nivo yang ada pada alat ukur, bila kena panas akan mengalami pemuaian tertentu,
sehingga akan mempengaruhi letak gelembung nivo pada kedudukan seimbang. Begitu
pula dengan sumbu-sumbu horizontal,vertikal dan teropong bila kena penyinaran
terus menerus akan menyebabkan mengeringnya minyak pelumas yang ada pada
teropong. Hal tersebut akan mengakibatkan sulit kerasnya perputaran terhadap
sumbu-sumbunya. Karena pengaruh pada alat ukur
sebagaimana tersebut diatas) maka hasil pungukuran menjadi kurang atau
tidak teliti. Perubahan temperatur juga dapat mengakibatkan pemuaianpada
rambu,untuk rambu invar khusus mempunyai koefisien dapat diabaikan. Dapat juga
dengan menggunakan dua rambu dengan jenis yang sama, dengan jarak rambu
belakang kealat ukur, sehingga pengaruh pemakaian rambu akan hilang.
e. Karena perbedaan lintang
Pada pengukuran sipat datar
memanjang yang menuju pada arah lintang yang berbeda, hasil beda tingginya
perlu dikorelasi akibat beda nivo tidak sejajar sesamanya melainkan semakin
mendekati permukaan air laut rata-rata, apabila lintangnya semakin besar.
Koreksi karena perbedaan lintang ini disebut dengan orhthometris yang
dinyatakan dengan rumus:
K=0,005288.sin
.
.arc18
Keterangan:
K= besaran
harga orthometris
H= tinggi rata-rata
tempat diatas datar sebelum koreksi
= lintang
setempat rata-rata
=selisih antara kedua pengukuran
Arc 18=
0,0002909
1.
ILMU
UKUR TANAH DUA ( PEMETAAN )
A. GAMBAR
PESAWAT THEODOLITE
B.
BAGIAN-BAGIAN PESAWAT THEODOLITE
1.
Visir
2.
Teropong /
Lensa Obyektif
3.
Sekrup gerak
mikro
4.
Sekrup pengunci
gerak halus vertikal
5.
Kaca Penerang /
Cermin
6.
Nivo Tabung
7.
Sekrup gerak
halus vertikal
8.
Lensa pengamat
titik bawah
9.
Sekrup pengunci
gerak halus horisontal
10. Sekrup gerak halus horisontal
11. Klem Repetisi
12. Nivo Kotak
13. Sekrup penyetel nivo
14. Kepala Statif
15. Pemfokus Benang
16. Pemfokus Objek
17. Lensa Pembaca sudut
18. Pemfokus bacaan sudut
C.
PENGATURAN ALAT
THEODOLIT
a.
Cara
pengaturan nivo kotak
Instrumen
didirikan tepat diatas titik awal (PI), kemudian nivo kotak diatur dengan cara:
( Gambar 2.2 Pengaturan Nivo Kotak )
a)
Gerakkan
gelembung nivo dari posisi I menuju posisi II dengan memutar sekrup A dan
sekrup B ke kiri dan kekanan,secara bersama-sama dan berlawanan arah.
b)
Gerakkan
gelembung nivo dari posisi II ke posisi III tepat ditengah lingkaran, dengan
memutar sekrup C.
b.
Cara pengaturan nivo tabung
Cara pengaturan nivo tabung
a)
Arahkan nivo
tabung sejajar dengan sekrup penyetel A dan B dengan posisi I.Pada posisi I
arahkan gelembung tepat di tengah-tengah dengan memutar sekrup penyetel A dan B
dengan cara bersama-sama dan berlawanan arah.
b)
Kemudian putar
180º dan masih sejajar dengan sekrup penyetel A dan B di posisi II. Pada posisi
II apabila gelembung tidak berada di tengah nivo,maka gelembung diarahkan ke
tengah-tengah nivo dengan cara menghilangkan penyimpangan ( ½ p ) memutar
sekrup penyetel A dan B secara bersama-sama dan berlawanan arah.Sedang
separuhnya lagi ( ½ p ) dihilangkan dengan sekrup koreksi nivo,dengan
perantaraan pen koreksi.Ini harus dilakukan dengan hati-hati sekali dan
disarankan memberi tahu asisten anda.
c)
Setelah bawa nivo tabung ke posisi III atau putar 90º atau tegak lurus dengan sekrup penyetelA dan B. Pada posisi ini yang diputar hanya sekrup penyetel C saja.
Setelah bawa nivo tabung ke posisi III atau putar 90º atau tegak lurus dengan sekrup penyetelA dan B. Pada posisi ini yang diputar hanya sekrup penyetel C saja.
d)
Setelah itu
putar theodolite ke semua arah apabila kedudukan nivo tidak berubah maka sumbu
I sudah vertikal. Apabila belum,maka ulangi tindakan-tindakan diatas hingga dicapai kedudukan yang selalu
seimbang bila teropong diputar kesegala arah.
c.
Cara pengaturan
sudut horizontal
a)
Dengan memutar piringan,buat bacaan sudut
horizontal sama dengan 0 (nol )
b)
Klem repetisi
dibuka sehingga bacaan sudut horizontal kesemua arah sama dengan 0 (nol )
c)
Pasang kompas
dan cari arah utara magnetis. Pastikan bahwa pembacaan sudut horizontal arah
utara kompas sama dengan 0 (nol),
kemudian klem repetisi dikunci kembali dan pesawat siap dipakai.
d.
Cara Pembacaan
Rambu
·
Benang
atas = 0689
·
Benanga
tengah = 0661
·
Benang
bawah = 0632
Hasil
pembacaan
o
Sudut
verikal = 89° 10’
09’30’’
=89° 19’30’’
o
Sudut
Horizontal = 240° 20’
09’30’’
=240°
29’30’’
D.
FORMULA YANG
DIPAKAI
a.
Mencari azimuth
Azimut adalah sudut horizontal yang terbentuk arah utara kompas
dengan arah memutar searah jarum jam
Formula:
α = (α n-1) + 180°-
n
Untuk yang berlawanan jarum
jam
Formula:
α = (α n-1)- 180°+
n
b.
Mencari beda
tinggi dan jarak dengan metode hitungan tachimetri
Beda tinggi (∆h)
∆h = D.tg h + ti-bt
Dimana :
D = jarak
h = helling = (90° - sudut
vertikal )
ti = tinggi instrumen
bt = benang tengah
Ø Jarak (D)
D= A.Y cos2h
Dimana:
A = konstanta (
100 )
Y = ba- bb
H = helling =
(90° - sudut vertikal )
c.
Syarat dan
formula pada polygon tertutup
1.)
Koreksi sudut
dalam
∑
= (n-2) 180°
Dimana:
∑
= jumlah seluruh sudut dalam
=
belakang – α muka
N = jumlah titik polygon
Syarat-syarat yang harus dipenuhi:
∑
= (n-2) 180° = f
= 0
Jika f
≠ 0, maka harus diberikan koreksi
masing-masing sudut dalam sebesar
f
/ n. Untuk f
berharga positif,maka koreksinya berharga
negatif dan sebaliknya.Jika f
tidak habis dibagi jumlah sudut,maka koreksi
lebih besar diberikan pada sudut dengan jarak sisi yang lebih pendek.
2.)
Hitungan
azimuth
αn = α (n-1) +180°-
n
dimana:
α= sudut azimuth
n = titik ke n
= besar sudut dalam
3.)
Koreksi jarak
K d sinα = 0 dan K dcos α =
fy
Syarat:
K dsin α = 0 dan K d cos α = 0
Jika ∑D sinα
0=fx dan ∑D
sinα
0 = fy,maka
diberikan koreksi pada masing-masing
jarak sebesar koreksinya dikalikan jarak masing-masing dengan harga
kebalikan dari harga koreksinya.
4.)
Koordinat
a.
Absis
Xn = X (n-1) + D (N-1) sinα(n-1) + KD (n-1) n Sin α(n-1)n
b.
Ordinat
Yn = Y (n-1) + D(n-1) cosα(n-1) + KD(n-1) n Cos α(n-1)n
E.
METODE YANG
DIPAKAI
a.
Metode
Kisi-kisi
Sebelum
mengukur ketinggian, lahan yang akan
diukur dibuat petak-petak dahulu dengan jarak sama semacam kisi-kisi. Mengukur
dengan metode ini akan memakan waktu yang lama karena harus menentukan
titik-titik kisi-kisinya,tetapi akan lebih mudah dalam penggambaran dan
penarikan garis konturnya.
b.
Metode Crossing
Metode crossing
dilakukan dengan cara membuat sumbu utama, kemudian dibuat jalur-jalur tegak lurus sumbu utama. Banyaknya
jalur-jalur tersebut tergantung pada kebutuhan dan tidak harus dengan jarak yang tetap. Metode
ini memberikan kebebasan dalam menentukan titik-titik penyebarannya.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1.PELAKSANAAN
PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH I ( SIPAT DATAR )
A. MATERI PRAKTKUM
1. Mengatur
alat ukur sipat datar
·
Mengukur sumbu
I vertikal.
·
Mengatur benang
silang tegak lurus sumbu I
·
Mengatur garis
bidik sejajar garis arah nivo.
2. Pengukuran
dengan sipat datar
·
Pengukuran
sipat datar memanjang.
·
Pengukuran
sipat datar melintang.
B. MENGATUR ALAT UKUR SIPAT DATAR
1. Mengatur Arah Vertikal Sumbu I
Statif didirikan dan piringan statif
diusahakan sehorizontal mungkin. Kemudian dipasang waterpas dan unting-unting
itu. Setelah keadaan alat benar-benar kokoh, barulah diadakan pengaturan nivo
sebagai berikut:
·
Untuk
mendapatkan sumbu I vertikal, gelombung nivo pada posisi I kita bawa keposisi
II dengan memutar sekrup penyetel A dan B bersama-sama dengan arah berlawanan.
Setelah mendapatkan posisi II,kemudian dibawa keposisi III dengan memutar
sekrup C.
·
Setelah
gelembung berada ditengah, maka posisi sumbu I sudah vertikal.
( Gambar 3.1 Sketsa Pengaturan Gelembung Nivo )
2. mengatur benang silang tegak
lurus sumbu I
Setelah sumbu I
benar-benar vertikal, kemudian dilakukan percobaan untuk meneliti garis visir
tegak lurus sumbu I . Pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
·
Titik P ( titik
P merupakan titik tengah persegi panjang yang digambar pada kertas ) diletakkan
ditempat yang bisa terlihat oleh waterpas setinggi teropong.
·
Bidik titik P
tepat pada persilangan benang tengah dan garis vertikal yang terlihat pada
waterpas. Bila titik itu tidak berada pada benang silang tengah, naik atau turunkan
sehingga setinggi titik pada benang silang tengah.
·
Waterpas dicoba
beberapa kali, kemudian bidikkan lagi ketitik P. Jika titik P selalu berada
pada benang silang tengah, berarti benang silang horizontal sudah tegak silang
sumbu I.
( Gambar 3.2 Sketsa Pangaturan Benang Silang Tegak Lurus Sumbu I )
3. Mengatur garis bidik sejajar arah
nivo
·
Menentukan
titik A dan B dengan jarak 15-20 meter. Kemudian mendirikan pesawat waterpas
pada posisi I ( antara A dan B ).
·
Dari posisi
diukur beda tinggi A dan B dengan membaca benang tengah rambu dititik A (bt A )
dan dititik B (bt B ). Cek dengan pembacaan benang atas (ba) dan benang bawah
(bb).
·
Pesawat
waterpas dipindah pada posisi II yaitu diluar titik A dan B tetapi tetap berada
dalam satu garis lurus. Dari posisi II, dengan cara yang sama diukur beda
tinggi A dan B. Bila beda tinggi tetap sama atau mendekati sama berarti pesawat
waterpas telah terkoneksi dan siap dipakai.
4. Pengukuran Sipat Panjang
Memanjang
·
Menentukan
titik A ( titik awal pengukuran) dan titik B dengan jarak 20 meter atau sesuai
keperluan, kemudian didirikan alat ukur waterpas pada posisi I yaitu berada
ditengah-tengah titik A dan B. Pada titik tersebut dipasang pathok.
·
Pada titik A
dan B dipasang rambu baca. Dari posisi alat satu dibaca ba,bb dan bt kemudian
dilakukan pencatatan.
·
Dari posisi I,
titik A merupakan titik bidik belakang dan titik B merupakan titik didik muka.
·
Menentukan
titik C dengan cara menarik meteran dari titik B seperti pada cara pertama,
kemudian mendirikan alat ukur pada posisi II yaitu antara titik B dan C. Dari
posisi II dipasang rambu pada titik B dan C, kemudian dibaca pembacaan rambu
lalu dilakukan pencatatan.
·
Jika dalam
pengukuran terdapat belokan, diukur sudut belokan tersebut kemudian lanjutkan
pengukuran berikutnya sampai kembali ketitik A ( awal pengukuran) sehingga
hasil pengukuran merupakan polgon tertutup.
( Gambar 3.3 Sketsa Profil Memanjang )
5. Pengukuran Sipat Datar Melintang
Pengukuran
sipat datar melintang dilakukan bersamaan dengan pengukuran sipat datar
memanjang. Pada pengukuran ini cukup dilakukan pada pengukuran pada pembacaan
rambu muka saja.
Cara pegukuran
sipat datar melintang:
·
Diambil jarak
ke kanan dan kekiri dari titik pokok / acuan
( pada pembacaan rambu muka ) dengan jarak 1 meter atau bebas sesuai
keperluan.
·
Jumlah titik
pengukuran bisa 3 sama 5 titik ( disesuaikan dengan keadaan medan atau rencana
). Pada masing-masing titik didirikan rambu, kemudian dibaca ba,bb, dan bt lalu
dilakukan pencatatan.
·
Pengukuran
sipat datar melintang dilakukan pada setiap titik patok.
( Gambar 3.4 Sketsa Profil Melintang )
2.PELAKSANAAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH II ( PEMETAAN )
Peralatan yang
digunakan:
- Theodolit
- Statif
- Bak ukur
- Kompas
- Payung
- Meteran
- Patok
- Palu
- Alat tulis
- Formulir pengukuran
- Unting-unting
Pelaksanaan pengukuran
- Persiapan
a)
Mempelajari situasi yang akan diukur
b)
Membuat gambar sket rencana
pembuatan polygon tertutup
c)
Memasang patok-patok, baik patok
titik-titik polygon maupun batas kepemilikan lahan.
- Proses pengukuran
a)
Mendirikan instrumen pada Sta 1,
posisi theodolit tepat berada diatas
titik dari paku yang terpasang pada pathok, dengan cara melihat melalui lensa
pengamat sumbu vertikal.
b)
Stel nivo kotak dengan memutar
sekrup nivo atau bisa dibantu dengan
kaki statif, hingga posisi gelembung benar-benar berada ditengah.
c)
Dikontrol kembali terhadap titik
paku pada pathok dengan lensa pengamat sumbu vertikal.
d)
Stel nivo tabung dengan memutar
ketiga sekrup pengatur nivo seperti cara dimuka hingga pesawat benar-benar siap
dipakai.
e)
Mencari sumbu azimut kompas dengan
cara:
·
Buat pembacaan horizontal = 0°
·
Klem repetisi dibuka hingga bacaan
sudut horizontal kesemua arah = 0°
·
Kompas dipasang dan dicari arah
utara magnetis, kemudian pastikan sudut horizontal pada 0°, kemudian klem
repetisi dikunci kembali.
f)
Bak ukur didirikan pada Sta 2 muka
dan Sta x belakang
g)
Pesawat didirikan ke Sta 2, kemudian
dilakukan pembacaan sudut biasa (horizontal) sebagai azimuth awal,serta dibaca
juga sudut luar biasa,sudut vertikal dan pembacaan benang atas dan benang
bawah yang terlihat pada bak ukur.
h)
Arahkan pesawat pada Sta x (terakhir) kemudian dibaca sudut-sudut
vertikal biasa,luar biasa, serta ba(benang atas) dan bb (benang bawah).
i)
Dilanjutkan dengan mengukur
penyebaran dengan sudut dan jarak sembarang mengitari Sta 1 dengan jumlah titik
50 titik,termasuk titik-titik batas
kepemilikan tanah.
j)
Dibaca sudut
horizontal dan vertikal serta ba (benang atas),bb (benang bawah) pada
masing-masing titik pengamatan.
k)
Instrumen dipindahkan
ke Sta 2 dan melakukan pengukuran dengan cara yang sama.
l)
Begitu dan
seterusnya kita melakukan pengukuran pada setiap Sta (titik) hingga titik
polygon yang terakir dan membentuk polygon tertutup.
BAB IV
PERHITUNGAN DATA PRAKTIKUM
A. ILMU UKUR TANAH I
1. Perhitungan Beda Tinggi Arah Memanjang
Rumus
:
∆h = Bt Belakang - Bt Muka
∆h I =
1135 - 1520 = -0,3850
m ∆h II = 1870 - 1977,5 =
-0,1075 m
∆h III = 1320 - 1595 =
-0,2750 m ∆h IV = 1085 -
1290 = -0,2050 m ∆h V = 1460 -
1210 = 0,2500 m ∆h
VI = 1492,5 - 1605 = -0,1125 m ∆h
VII = 1580 - 1500 =
0,0800 m ∆h
VIII = 1300 - 1545 =
-0,2450 m
∆h IX = 1220 - 1220 = 0,0000 m ∆h
X = 1730 - 1132,5 = 0,5975 m ∆h
XI = 1665 - 710 = 0,9550 m
2.
Perhitungan Jarak Antar Titik
D = A.Y.COS² h
D = Jarak
A = Konstanta = 100
Y = ba – bb
h = 90° - sudut vertikal
Sudut
vertikal dianggap 90°
D I - A = 100 X ( 1180 - 1090 ) X
1 = 9,0 m
D I - B = 100 X ( 1570 - 1470 ) X
1 = 10,0 m
D II - B = 100 X ( 1920 - 1820 ) X
1 = 10,0 m
D II - C = 100 X ( 2035 - 1920 ) X
1 = 11,5 m
D III - C = 100 X ( 1370 - 1270 ) X
1 = 10,0 m
D III - D = 100 X ( 1650 - 1540 ) X
1 = 11,0 m
D IV - D = 100 X ( 1150 - 1020 ) X
1 = 13,0 m
D IV - E = 100 X ( 1350 - 1230 ) X
1 = 12,0 m
D V - E = 100 X ( 1510 - 1410 ) X
1 = 10,0 m
D V - F = 100 X ( 1270 - 1150 ) X
1 = 12,0 m
D VI - F = 100 X ( 1500 - 1485 ) X
1 = 1,5 m
D VI - G = 100 X ( 1670 - 1540 ) X
1 = 13,0 m
D VII - G = 100 X ( 1600 - 1560 ) X
1 = 4,0 m
D VII - H = 100 X ( 1560 - 1440 ) X
1 = 12,0 m
D VIII- H =
100 X ( 1360 - 1240 ) X 1 = 12,0 m
D VIII - I = 100 X ( 1610 - 1480 ) X
1 = 13,0 m
D IX - I = 100 X ( 1270 - 1170 ) X
1 = 10,0 m
D IX - J = 100 X ( 1280 - 1160 ) X
1 = 12,0 m
D XI - J = 100 X ( 1780 - 1680 ) X
1 = 10,0 m
D XI - K = 100 X ( 1185 - 1080 ) X
1 = 10,5 m
D XII - K = 100 X ( 1705 - 1625 ) X
1 = 8,0 m
D XII - A = 100 X ( 760 - 660 ) X 1 =
10,0 m
Σ D = 224,5 m
3.
PERHITUNGAN ELEVASI SEMENTARA
Rumus :
H = Hbel + ∆h
Keterangan
H = Elevasi Titik Yang Dicari
Hbel = Elevasi Sebelumnya
∆h = Beda Tinggi Yang
Dicari Dengan Titik Sebelumnya
Hitungan Elevasi Sementara
Elevasi titik K = 100 m
Elevasi titik A = 100 + -0,3850 = 99,6150 m
Elevasi titik B =
99,6150 + -0,1075 = 99,5075 m
Elevasi titik C = 99,5075 + -0,2750 = 99,2325
m
Elevasi titik D = 99,2325 + -0,2050 = 99,0275
m
Elevasi titik E =
99,0275 + 0,2500 = 99,2775 m
Elevasi titik F =
99,2775 + -0,1125 = 99,1650 m
Elevasi titik G = 99,1650 + 0,0800 = 99,2450 m
Elevasi titik H =
99,2450 + -0,2450 = 99,0000 m
Elevasi titik I =
99,0000 + 0,0000 = 99,0000 m
Elevasi titik J =
99,0000 + 0,5975 = 99,5975 m
Elevasi titik A = 99,5975 + 0,9550 = 100,5525
m
Karena tidak
kembali ke 100 , maka ada koreksi :
Rumus :
K = d *
|
Keterangan
K = Koreksi
D = Jarak antara titik
Fh = Besar koreksi D = Jumlah jarak
Perhitungan
koreksi beda tinggi :
Fh = 100,5525 - 100 = 0,5525 ( Koreksi)
K_A-B = 19,0 X 0,5525 / 224,5 = 0,0468 m
K_B-C = 40,5 X 0,5525 / 224,5 = 0,0997 m
K_C-D = 61,5 X 0,5525 / 224,5 = 0,1514 m
K_D-E = 86,5 X 0,5525 / 224,5 = 0,2129 m
K_E-F = 108,5 X 0,5525 / 224,5 = 0,2670 m
K_F-G = 123,0 X 0,5525 / 224,5 = 0,3027 m
K_G-H = 139,0 X 0,5525 / 224,5 = 0,3421 m
K_H-I = 164,0 X 0,5525 / 224,5 = 0,4036 m
K_I-J = 186,0 X 0,5525 / 224,5 = 0,4578 m
K_J-K = 206,5 X 0,5525 / 224,5 = 0,5082 m
K_K-A = 224,5 X 0,5525 / 224,5 = 0,5525 m
4.
PERHITUNGAN ELEVASI TETAP PENAMPANG MEMANJANG
Rumus :
Htn
= Hn + Kn
Keterangan
Htn = Elevasi tetap
Hn = Elevasi sementara
Kn = Koreksi
Hk = 100
HA = 99,6150 - 0,0468 = 99,5682
m
HB = 99,5075 - 0,0997 = 99,4078
m
HC = 99,2325 - 0,1514 = 99,0811
m
HD = 99,0275 - 0,2129 = 98,8146
m
HE = 99,2775 - 0,2670 = 99,0105
m
HF = 99,1650 - 0,3027 = 98,8623
m
HG = 99,2450 - 0,3421 = 98,902 m
HH = 99,0000 - 0,4036 = 98,5964
m
HI = 99,0000 - 0,4578 = 98,5422
m
HJ = 99,5975 - 0,5082 = 99,0893
m
HK = 100,5525 - 0,5525 = 100 m
5.
PERHITUNGAN BEDA TINGGI PROFIL MELINTANG
Rumus :
Htd = EL + ∆h
Keterangan
Htd = Elevasi tetap
∆h = Beda tinggi profil
melintang
a. STA 1 (Titik
ikat A)
∆h B - 1 = 1520 - 555,0 = 0,9650 m
∆h B - 2 = 1520 - 617,5 = 0,9025 m
∆h B - 3 = 1520 - 710,0 = 0,8100 m
∆h B - 4 = 1520 - 825,0 = 0,6950 m
b. STA 1 (Titik
ikat B)
∆h B - 1 = 1977,5 - 1650 = 0,3275 m
∆h B - 2 = 1977,5 - 1600 = 0,3775 m
∆h B - 3 = 1977,5 - 1470 = 0,5075 m
∆h B - 4 = 1977,5 - 1383 = 0,5950 m
c. STA 1 (Titik
ikat C)
∆h C - 1 = 1595 - 1950 = -0,3550
m
∆h C - 2 = 1595 - 1955 = -0,3600
m
∆h C - 3 = 1595 - 2002,5 = -0,4075
m
∆h C - 4 = 1595 - 1990 = -0,3950
m
d. STA 1 (Titik
ikat D)
∆h D- 1 = 1290 - 1575 = -0,2850
m
∆h D- 2 = 1290 - 1605 = -0,3150
m
∆h D- 3 = 1290 - 1570 = -0,2800
m
∆h D- 4 = 1290 - 1590 = -0,3000
m
e. STA 1 (Titik
ikat E)
∆h E - 1 = 1210 - 1253 = -0,0425
m
∆h E - 2 = 1210 - 1260 = -0,0500
m
∆h E - 3 = 1210 - 1340 = -0,1300
m
∆h E- 4 = 1210 - 1420 = -0,2100
m
f. STA 1 (Titik
ikat F)
∆h F - 1 = 1605 - 1217,5 = 0,3875 m
∆h F - 2 = 1605 - 1200 = 0,4050 m
∆h F - 3 = 1605 - 1220 = 0,3850 m
∆h F - 4 = 1605 - 1262,5 = 0,3425 m
g. STA 1 (Titik
ikat G)
∆h G - 1 = 1500 - 1590 = -0,0900
m
∆h G - 2 = 1500 - 1605 = -0,1050
m
∆h G - 3 = 1500 - 1610 = -0,1100
m
∆h G - 4 = 1500 - 1625 = -0,1250
m
h. STA 1 (Titik
ikat H)
∆h H - 1 = 1545 - 1470 = 0,0750 m
∆h H - 2 = 1545 - 1475 = 0,0700 m
∆h H - 3 = 1545 - 1595 = -0,0500
m
∆h H - 4 = 1545 - 1595 = -0,0500
m
i. STA 1 (Titik
ikat I)
∆h I - 1 = 1220 - 1480 = -0,2600
m
∆h I - 2 = 1220 - 1495 = -0,2750
m
∆h I - 3 = 1220 - 1700 = -0,4800
m
∆h I - 4 = 1220 - 1845 = -0,6250
m
j. STA 1 (Titik
ikat J )
∆h J - 1 = 1132,5 - 1090 =
0,0425 m
∆h J - 2 = 1132,5 - 1147,5 = -0,0150
m
∆h J - 3 = 1132,5 - 1252,5 = -0,1200
m
∆h J - 4 = 1132,5 - 1240 = -0,1075
m
k. STA 1 (Titik
ikat K )
∆h K - 1 = 710,0 1032,5 = -0,3225 m
∆h K - 2 = 710,0 1120,0 = -0,4100 m
∆h K - 3 = 710,0 1140,0 = -0,4300 m
∆h K - 4 = 710,0 - 1172,5 = -0,4625
m
6.
PERHITUNGAN BEDA TINGGI PROFIL MELINTANG
Rumus
Htd = EL + ∆h
Keterangan
Htd = Elevasi
tetap
EL = Elevasi tetap STA
∆h = Beda tinggi profil melintang
Perhitungan
I . STA titik ikat
K ( Elevasi + 100 )
H - 1 = 100 - -0,3225 = 100,3225 m
H - 2 = 100 - -0,4100 = 100,4100 m
H - 3 = 100 - -0,4300 = 100,4300 m
H - 4 = 100 - -0,4625 = 100,4625 m
II . STA titik
ikat A ( Elevasi + 99,5682 )
H - 1 = 99,5682 - 0,5800 = 98,9882 m
H - 2 = 99,5682 - 0,5175 = 99,0507 m
H - 3 = 99,5682 - 0,4250 = 99,1432 m
H - 4 = 99,5682 - 0,3100 = 99,2582 m
III . STA titik
ikat B ( Elevasi + 99,4078 ) H
- 1 = 99,4078 - 0,3275 = 99,0803 m
H - 2 = 99,4078 - 0,3775 = 99,0303 m
H - 3 = 99,4078 - 0,5075 = 98,9003 m
H - 4 = 99,4078 - 0,5950 = 98,8128 m
IV . STA titik
ikat C ( Elevasi + 99,0811 ) H
- 1 = 99,0811 - -0,3550
= 99,4361 m
H - 2 = 99,0811 - -0,3600
= 99,4411 m
H - 3 = 99,0811 - -0,4075
= 99,4886 m
H - 4 = 99,0811 - -0,3950
= 99,4761 m
V . STA titik ikat
D ( Elevasi + 98,8146 ) H
- 1 = 98,8146 - -0,2850
= 99,0996 m
H - 2 = 98,8146 - -0,3150
= 99,1296 m
H - 3 = 98,8146 - -0,2800
= 99,0946 m
H - 4 = 98,8146 - -0,3000
= 99,1146 m
VI . STA titik
ikat E ( Elevasi + 99,0105 ) H
- 1 = 99,0105 - -0,0425 = 99,0530 m
H - 2 = 99,0105 - -0,0500 = 99,0605 m
H - 3 = 99,0105 - -0,1300 = 99,1405 m
H - 4 = 99,0105 - -0,2100 = 99,2205 m
VII . STA titik
ikat F ( Elevasi + 98,8623 ) H
- 1 = 98,8623 - 0,3875 = 98,4748 m
H - 2 = 98,8623 - 0,4050 = 98,4573 m
H - 3 = 98,8623 - 0,3850 = 98,4773 m
H - 4 = 98,8623 - 0,3425 = 98,5198 m
VIII . STA titik
ikat G ( Elevasi + 98,9029 ) H
- 1 = 98,9029 - -0,0900 = 98,9929 m
H - 2 = 98,9029 - -0,1050 = 99,0079 m
H - 3 = 98,9029 - -0,1100 = 99,0129 m
H - 4 = 98,9029 - -0,1250 = 99,0279 m
IX . STA titik
ikat H ( Elevasi + 98,5964 ) H
- 1 = 98,5964 - 0,0750 = 98,5214 m
H - 2 = 98,5964 - 0,0700 = 98,5264 m
H - 3 = 98,5964 - -0,0500 = 98,6464 m
H - 4 = 98,5964 - -0,0500 = 98,6464
X . STA titik ikat
I ( Elevasi + 98,5422 ) H
- 1 = 98,5422 - -0,2600 = 98,8022 m
H - 2 = 98,5422 - -0,2750 = 98,8172 m
H - 3 = 98,5422 - -0,4800 = 99,0222 m
H - 4 = 98,5422 - -0,6250 = 99,1672 m
XI . STA titik
ikat j ( Elevasi + 99,0893 ) H
- 1 = 99,0893 - 0,0425 = 99,0468 m
H - 2 = 99,0893 - -0,0150 = 99,1043 m
H - 3 = 99,0893 - -0,1200 = 99,2093 m
H - 4 = 99,0893 - -0,1075 = 99,1968 m
PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN
Perhitungan Galian dan Timbunan diratakan pada elevasi 99,000 m
1.
Ruas titik A - B
Beda tinggi =
99,5682 - 99,000 = 0,5682 m
Beda tinggi =
99,4078 - 99,000 = 0,4078 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
Volume Timbunan = Kosong (Tidak ada timbunan )
b. Perhitungan Volume Galian
X (
|
Volume Galian = 0,5682 + 0,4078 ) X 19,00 X 4 = 37,0906
m³
2.
Ruas titik B - C
Beda tinggi = 99,4078 - 99,000 = 0,4078 m
Beda tinggi = 99,0811 - 99,000 = 0,0811 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
Volume Timbunan = Kosong (Tidak ada timbunan )
b. Perhitungan Volume Galian
X (
|
Volume Galian = 0,4078 +
0,0811 ) X 21,50 X 4 = 21,0259 m³
3.
Ruas titik C - D
Beda tinggi = 99,0811 - 99,000 = 0,0811 m
Beda
tinggi =
99,000 - 98,8146 = 0,1854 m
a.
Perhitungan Volume Timbunan
Dimana alas = 21,00 – X
21,00-X/21,00 = 0,1854/ ( 0,0811 + 0,1854 )
21,00 – X = ( 0,1854 X 21,00 ) / (0,0811 + 0,1854)
X = 14,6094
X (
|
Volume Timbunan = 6,3906 X 0,1854 X 4) = 2,3697 m³
b.
X (
|
Volume Galian = 6,3906 X 0,0811 X 4 ) = 1,0366 m³
4.
Ruas
titik D – E
Beda tinggi = 99,000 -
98,815 = 0,1854 m
Beda tinggi = 99,010 - 99,000 = 0,0105 m
a.
Perhitungan Volume Timbunan
Dimana alas = 25,00
- X
25,00-X/25,00 = 0,1854 /
( 0,0105 + 0,1854 )
25,00 - X = ( 0,1854 X 25,00 ) / ( 0,0105 +
0,1854 )
X = 23,6624
X (
|
Volume timbunan = 1,3376 x
0,1854 x 4 = 4,9591 m
b.
Perhitungan Volume Galian
X (
|
Volume Galian = 23,6624 X 0,0105 X 4
= 0,4959 m³
5.
Ruas titik E - F
Beda tinggi = 99,010 -
99,000 = 0,0105 m
Beda tinggi = 99,000 - 98,862 = 0,1377 m
a.
Perhitungan Volume Timbunan
Dimana alas = 22,00 - X
22,00-X/22,00 = 0,0105 / ( 0,1377 + 0,0105 )
22,00 - X = ( 0,0105 X 22,00 ) / ( 0,1377 + 0,0105 )
X = 1,5557
Dimana alas = 22,00 - X =
22,00 - 1,5557 = 20,4443
X (
|
Volume Timbunan = 20,4443
X 0,1377 X 4 ) = 5,6306 m³
b.
Perhitungan Volume Galian
X (
|
Volume Galian = 1,5557
X 0,0105 X 4 =
0,0326 m³
6.
Ruas titik F -
G
Beda tinggi = 99,000 -
98,8623 = 0,1377 m
Beda tinggi = 99,000 - 98,9029 = 0,0971 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
X (
|
Volume Timbunan = 0,1377 + 0,0971 ) X 14,50 X 4 =
6,8089 m
b. Perhitungan Volume Galian
Volume Galian = Kosong (Tidak
ada galian )
7. Ruas titik G - H
Beda tinggi = 99,000 -
98,9029 = 0,0971 m
Beda tinggi = 99,000 - 98,5964 = 0,4036 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
X (
|
Volume Timbunan = 0,0971 + 0,4036 ) X 16,00 X 4 =
16,0221 m³
b. Perhitungan Volume Galian
Volume Galian = Kosong (Tidak ada galian )
8. Ruas titik H - I
Beda tinggi = 99,000 -
98,5964 = 0,4036 m
Beda tinggi = 99,000 - 98,5422 = 0,4578 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
X (
|
Volume Timbunan = 0,4036 + 0,4578 ) X 25,00 X 4 = 43,0679 m³
b. Perhitungan Volume Galian
Volume Galian = Kosong (Tidak ada galian )
9. Ruas titik I - J
Beda tinggi = 99,000 - 98,5422 = 0,4578 m
Beda tinggi = 99,089- 99,000 = 0,0893 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
Dimana alas =
22,00 - X
22,00-X/22,00 = 0,4578
/ ( 0,0893 + 0,4578 )
22,00 - X = (
0,4578 X 22,00 ) / ( 0,0893 + 0,4578 )
X = 18,4088
X (
|
Volume timbunan = 3,5912 x 0,4578 x 4 ) = 32,8776 m³
b. Perhitungan Volume Galian
X (
|
Volume Galian = 8,4088
X 0,0893 X 4 ) = 3,2878 m³
10. Ruas titik J - K
Beda tinggi = 99,089 -
99,000 = 0,0893 m
Beda tinggi = 100 - 99,000 = 1,0000 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
Volume Timbunan = Kosong (Tidak ada timbunan )
b. Perhitungan Volume Galian
X (
|
Volume Galian = 0,0893 + 1,0000 ) X 20,50 X 4 = 44,661 m³
11. Ruas titik K - A
Beda tinggi = 100 -
99,000 = 1,0000 m
Beda tinggi = 99,568 - 99,000 = 0,5682 m
a. Perhitungan Volume Timbunan
Volume Timbunan = Kosong (Tidak ada timbunan )
b.
X (
|
Volume Galian = 1,0000 + 0,5682 ) X 18,00 X 4
= 56,457 m³
JADI :
TOTAL VOLUME TIMBUNAN =
2,3697 + 4,9591 + 5,6306 + 6,8089 + 16,0221 + 43,0679 + 32,8776 = 111,7359 m³
TOTAL LUAS GALIAN = 37,0906 + 21,0259 + 1,0366 +
0,4959 + 0,0326
+ 3,2878 + 44,661 +
56,457 =
164,0874 m³
DAFTAR PUSTAKA
Fitriadi, Galuh.2015
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Purworejo : Universitas Muhammadiyah
Purworejo
Nusantoro,Agung.2010
Materi Kuliah : Ilmu Ukur Tanah . Purworejo : Universitas Muhammadiyah
Purworejo.
B. PERHITUNGAN DATA ILMU UKUR TANAH II
( THEODOLITE )
PERHITUNGAN
POLIGON TERTUTUP
1.
Perhitungan
Sudut Dalam ( θ )
a. Sudut
Dalam Biasa
θ1 =
(360°- 298°19'10" )+ 24°23'10" =
86°4'0"
Sudut
Dalam Luar Biasa
θ1 = 204°19'10" - 118°19'10"
= 86°0'0"
Rata-rata
θ1 =
86°4'0" + 86°0'0" / 2 = 86°2'0"
b. Sudut
Dalam Biasa θ2 = 283°14'30" - 163°14'30"
=
120°0'0"
Sudut Dalam Luar Biasa θ2 = ( 360°-345°14'30") +
105°14'30"
= 120°0'0"
Rata-rata
=
120°0'0" +120°0'0" / 2 =
120°0'0"
c. Sudut
Dalam Biasa θ2 =
100°12'30" - 4°12'30" =
96°0'0"
Sudut
Dalam Luar Biasa θ2
= 280°12'30" - 184°12'30”
= 96°0'0"
Rata-rata =
96°0'0" + 96°0'0" / 2 =
96°0'0"
d.
Sudut
Dalam Biasa θ2 =
168°10'0" + 67°10'0" =
101°0'0"
Sudut
Dalam Luar Biasa θ2 =
348°10'0" - 247°10'0" =
101°0'0"
Rata-rata = 101°0'0" + 101°0'0" / 2 =
101°0'0"
e. Sudut Dalam Biasa θ2 =
351°10'0" - 214°10'0" =
137°0'0"
Sudut
Dalam Luar Biasa θ2
= 159°10'0" - 22°10'0"
= 137°0'0"
Rata-rata = 137°0'0" + 137°0'0" / 2 =
137°0'0"
2.
Perhitungan
Sudut Dalam Terkoreksi
Ʃ
θn = ( n-2 ).180°
Ʃ
θn = θ1 + θ2 + θ3 + θ4 + θ5
n
= Jumlah Titik Ikat
Ʃ θn = θ1 = 86° 2' 0" θ2 = 120°
0' 0" θ3 = 96°
0 '0" θ4 = 101°0'0" θ5 = 137°0'0" Ʃ
θn = 539°57'0"
f θ
= Ʃθ - Ʃθn = 539°57'0" - ( 5-2 ). 180° = - 0° 2' 0"
Koreksi Sudut Dalam
= - 0°3'0 = - 0°
0' 24”
5
Koreksi
θ 1 = 86°2'0" - (
- 0°0'24" ) = 86°2'24"
θ 2 = 120°0'0" - (
- 0°0'24" ) = 120°0'24"
θ 3 = 96°0'0" - (
- 0°0'24" ) = 96°0'24"
θ 4 = 101°0'0" - (
- 0°0'24" ) = 101°0'24"
θ 5 = 137°0'0" - (
- 0°0'24" ) = 137°0'24"
3.
Perhitungan Azimuth
Rumus = αn = n-1 -180° + αn
Azimut awal ST1 (α1) = 24°23'10"
α1 = 24°23'10"
α2 = 24°23'10" - 180° +
120° 0' 24" = - 35°36’26”
=
- 35°36’26”
+ 360°
=
324°23’34”
α3 = 324°23’34” - 180° + 96°0'24" =
240°23’58”
α4 = 240°23’58” - 180° + 101°0'24" = 161°24’22”
α5 = 161°24’22” - 180° + 137°0'24" = 118°24’46”
α1 = 118°24’46” - 180° + 86°2'24" =
24°23’10”
4.
Perhitungan
Jarak Optis
D = A.Y.Cos²H
Keterangan
D = Jarak Optis
A = 100
Y = BA - BB
H = 90 - Sudut Vertikal
D
I - II =
100.(820 - 570 ).Cos² ( 96°34'30" - 90°) = 24.6723
m
D II
- I = 100.(2540 - 2290 ).Cos² ( 84°23'10" - 90°) = 24.7608
m
Rata - Rata = 24.6723
+ 24.7608 =
24.7166 m
2
D
II - III =
100.( 2300 - 2050 ).Cos² (
94°32'30" - 90°) =
24.8433 m
D
III - II = 100.( 1930 - 1680 ).Cos² ( 88°34'30" - 90°) = 24.9846 m
Rata - Rata = 24.8433 + 24.9846 = 24.9140 m
2
D
III - IV = 100.( 3890 - 3640
).Cos² ( 91°30' 0" - 90°) =
24.9829 m
D
IV - III =
100.( 2040 - 1780 ).Cos² ( 94°32' 30" - 90°) = 25.8370
m
Rata - Rata = 24.9829 + 25.8370 = 25.4100 m
2
D IV - V =
100.( 3560 - 3320 ).Cos² ( 89°30' 0" - 90°) = 23.9982 m
D V
- IV = 100.( 860 - 610
).Cos² ( 93°30' 0" - 90°) =
24.9069 m
Rata - Rata = 23.9982 + 24.9069 = 24.4539 m
2
D V - I =
100.( 1150 - 2280 ).Cos² ( 87° 9' 10" - 90°) = 25.9359 m
D I
- V = 100.( 350 - 100
).Cos² ( 89°30' 0" - 90°) = 24.9981 m
Rata - Rata = 25.9359 + 24.9981 = 25.467 m
2
Ʃθn =24.7166 + 24.9140
+ 25.4100 + 24.4539 25.467
=
124.9615
5.
Koreksi
Jarak
Rumus
:
K.Dsinα = Dn.fx ;
K.Dsinα = Dn.fy
Ʃ D Ʃ
D
a)
D
sin α
D I
– II = 24.7166 sin 24°23’10” = 10.2051
D
II – III = 24.9140 sin 324°23’34” = - 14.5056
D
III – IV = 25.4100 sin 240°23’58” = - 22.0938
D
IV – V = 24.4539 sin 161°24’22” = 7.7974
D V
– I = 25.467 sin 118°24’46” = 22.3994
+
Jumlah =
3.8025
Ʃ D = 3.8025 =
0.030429372
124.9615
D I – II =24.7166 X (-0.030429372 ) = -0.7521
D II – III =
24.9140 X(-0.030429372 ) = -0.7581
D III – IV = 25.4100 X(-0.030429372 ) = -0.7732
D IV – V =
24.4539 X (-0.030429372 ) = -0.7441
D V – I = 25.467 X(-0.030429372 ) = -0.7749
+
Jumlah = -3.8025
D sin α Terkoreksi
10.2051 + (-0.75216) = 9.4530
-
14.5056 + (-0.7581) = -15.2637
-
22.0938 + (-0.7732) = -22.8670
7.7974 + (-0.7441) = 7.0533
22.3994 + (-0.7749) = 21.6245
+
Jumlah =
0.0000
b)
D
cos α
D
I – II = 24.7166 cos 24°23’10” = 22.5114
D II – III =
24.9140 cos 324°23’34” = 20.2557
D III – IV =
25.4100 cos 240°23’58” = - 12.5512
D IV – V =
24.4539 cos 161°24’22” = - 23.1774
D V – I =
25.467 cos 118°24’46” = - 12.1177
+
Jumlah = -5,0792
Ʃ D =
-5.0792 = -0.040646119
124.9615
D
I – II = 24.7166 X (0.040646119) = 1.0046
D
II – III = 24.9140 X (0.040646119) = 1.0127
D III – IV = 25.4100 X (0.040646119) = 1.0328
D IV – V =24.4539 X (0.040646119) = 0.9940
D V – I =25.4670X (0.040646119) = 1.0351
+
Jumlah = 5.0792
D cos α Terkoreksi
22.5114 + (1.0046) = 23.5160
20.2557 + (1.0127) = 21.2684
-12.5512 + (1.0328) = -11.5184
-23.1774 + (0.9940) = -22.1834
-12.1177 + (1.0351) = -11.0826
+
Jumlah =
0.0000
6. Perhitungan
Koordinat X dan Y
a.Absis ( X )
Xn = (Xn-1) = D sin α Terkoreksi
X₁ = 850
X₂ = 850 + 9,4530 =
859,4530
X³ = 859,4530 + -15,2637 = 844,1893
X₄ = 844,1893 + -22,8670 = 821,3223
X₅ = 821,3223 + 7,0533 = 828,3755
X₁ = 828,3755 + 21,6245 = 850
b. Absis ( Y )
Y₁ = 850
Y₂ = 850 + 23,5160 = 873,5160
Y₃ = 873,5160 + 21,2684 = 894,7844
Y₄ = 894,7844 + -11,5184 = 883,2660
Y₅ = 883,2660 + -22,1834 = 861,0826
Y₁ = 861,0826
+ -11,0826 = 850
7.
Perhitungan Beda Tinggi
Δh = t₁ + D tan h
– bt h =
heling ( 90°- sudut
vertical )
v Δh I-II = 1,46 + 24.6723 tg
(90°-96°34'30") - 0,695 = - 2,9319 m
Δh II-I = 1,52 + 24.7608 tg
(90°-84°23'10") - 2,415 = 1,5389
m
Rata –
Rata = 2,9319 + 1.5389 = - 2,2354 m
2
v Δh II-III = 1,52 + 24.8433 tg (90°-94°32'30") - 2,175 = - 2,6284 m
Δh III-II = 1,43 + 24.9846 tg (90°-88°34'30") - 1,805 =
0,2466 m
Rata –
Rata = -2,6284 + 0,2466 = - 1,1909 m
2
v Δh III-IV = 1,43 + 24.9829 tg( 90°-91°30' 0")- 0,125 = 0,6508m
Δh IV-III = 1,51 + 25.8370 tg(90◦-94°32' 30")- 0,130 = - 0,6724 m
Rata – Rata =
0,6508 + 0,6724 = 0,6616 m
2
v Δh IV-V =
1,51 + 23.9982 tg(90-89°30' 0" )-
0,120 = 1,5995 m
Δh V-IV = 1,58 + 24.9069 tg(90-93°30' 0" )- 0,125 = -0,0684 m
Rata – Rata =
1,5995 + -0,0684 = 0,7656 m
2
v Δh V-I =
1,58 + 25.9359 tg(90°-87° 9'
10")- 1,715 = 1,6950 m
Δh I-V = 1,46 + 24.9981 tg (90°-89°30' 0")- 0,225 = 1,4532 m
Rata – Rata =
1,6950 + 1,4532 = 1,5741 m
2
8. Perhitungan
Elevasi Sementara
H = Hb+h
H = Elevasi titik yang dicari
Hb = Elevasi titik sebelumnya
H = Elevasi titik sementara
Elevasi
Titik
I = 85 + -2,2354 = 82,7646
II = 82,7646 + -1,1909 = 81,5737
III = 81,5737 + 0,6616 = 82,2353
IV = 82,2353 + 0,7656 = 83,0009
V = 83,0009 + 1,4741 = 84,4750
Fh = 85 - 84,4750 = 0,5250
9. Perhitungan
Beda Tinggi Terkoreksi
Formula = K = Dn .fh
ƩD
K I = (24.7166 )X 0,5250 =
0,1038
124.9615
K II = (24.7166
+ 24.9140)X 0,5250 =0,2085
124.9615
K III = (24.7166
+ 24.9140 + 25.4100)X 0,5250 =
0,3153
124.9615
K IV = (24.7166 +24.9140 +25.4100+24.4539 )X
0,5250 = 0,4180
124.9615
K V =(24.7166
+24.9140+25.4100+24.4539+25.4670 )X 0,5250= 0,5250 124.9615
10.
Perhitungan Elevasi Tetap
Htn = hn+kn
Htn =
Elevasi tetap ke-n
Hn = Elevasi
sementara ke-n
Kn =
Koreksi ke-n
Ht I = 85 m
Ht II = 82,7646 + 0,1038 = 82,8684 m
Ht III = 81,5737 + 0,2085 = 81,7822 m
Ht IV = 82,2353 + 0,3153 = 82,5506 m
Ht V = 83,0009 + 0,4180 = 83,4189 m
Ht I = 84,4750 + 0,5250 = 85 m